CERPEN : Pulang (Bagian 2)


....
Hari ini adalah hari terakhir UAS, semua tugas bagianku telah selesai dan UAS akan segera berakhir, itu tandanya, aku bisa segera pulang ke Bandung. Yippyyyyy. Senangnya, rasa rindu ini akan sedikit terobati. Dilan harus tahu bahwa aku kuat menahan rindu, hehehe.
            Hari ini juga aku ada janji dengan Reni dan Reno, sekaligus pamitan bahwa besok aku akan pulang ke Bandung.
“Yakin kamu mau pulang semester ini?” tanya Reni yang berusaha menahanku untuk tidak pulang. Aku hanya mengangguk
“Biarin lha Ren, kasihan dia udah lama gak pulang. Nanti ke stasiun nya aku antar yaa. Harus mau! Gak boleh nolak.” Ucap Reno dengan gaya khasnya ketika memaksa aku harus diantar olehnya.
“Iya Reno, tenang Niiii nanti juga aku balik lagi, kangen banget sama Ayah dan Ibu, selagi ada kesempatan kan. Kalau kalian sih enak bisa pulang tiap minggu atau pulang-pergi tiap dosen ngasih libur, kalau aku kan nggak.” Ucapku sambil menunduk, berusaha menyembunyikan rasa iriku pada mereka.
“hehe iya deh, maafkan aku sahabatku sayang.” Kata Reni sambil memelukku dari samping. Berusaha menggodaku, lucu hehe. Sedangkan Reno hanya memandang kami dengan senyuman.
Telponku tiba-tiba berbunyi. Dari Sarah, lalu ku angkat, mungkin mau memberikan tugasnya.
“Hallo Sarah.”
“Lho? Bukannya tugas bagian aku udah?”
“Yaa gak bisa kaya gitu lah! Itu kan bagian kamu!”
“Ngga bisaaa! Aku gak mau!”
“Aku besok mau pulang”
“Mana bisa dicancel! Aku udah pesen tiket, dan berangkat pagi. Bagian kamu ya kerjain lah sama kamu, ngapain nyuruh aku”
“hhss. Sial!” aku menggebrak meja, sepertinya terlalu keras hingga membuat pengunjung cafe melirik ke arahku. Aku melipatkan kedua tanganku, lalu menyembunyikan kepala lebih tepatnya wajahku di antara keduanya. Kesal. Aku mengepalkan tanganku dan memukul mukul meja. Aku merasakan ada yang menahan tanganku lalu memeluk. Aku harap ini Reni. Awas aja kalau sampai itu Reno, aku jitak sampai benjol.
“Kenapa Val? Tenang-tenang” suara Reni. Untungnya Reni.
“Val, liat aku dulu deh.” kata Reno membujuk dan sambil menyodorkannya, aku pun menegadahkan kepalaku melihatnya
“Tadaaa, nih ice cream buat kamu.” Aku pun mengambil ice cream di tangannya, entah sejak kapan dia menghilang untuk membelinya, karena kalau itu sulap, tentu aku tidak akan percaya.
“Terima kasih.”
“Udah dong jangan nangis.... mau cerita sekarang?” tanya Reni dengan lembut, dia tahu cara menenangkanku. Aku pun mengangguk. Aku mulai bercerita tentang Sarah yang meminta aku mengerjakan seluruh tugas kelompok, tugas yang kemarin aku ceritakan. Padahal aku sudah menyelesaikan bagianku. Tinggal bagian dia yang belum tuntas. Aku tidak mau melakukannya,karena tugas itu berbasis penelitian dan membutuhkan waktu 2-3 hari untuk penelitian, belum lagi penyusunan hipotesis dan hasilnya. Sedangkan, aku sudah membeli tiket untuk kepulanganku besok. Tiket itu aku beli dari hasil menabung, karena aku ingin memberi kejutan kepada orangtua ku, dan tak mungkin aku merelakan tiketku hangus begitu saja.
Setelah bercerita, aku kembali menyembunyikan wajahku, aku tak suka menangis di depan umum.
“HEHH VALRA!” tiba-tiba ada yang membentakku.
“MAU APA LAGI SIH SARAHHH?! AKU UDAH BILANG AKU GAK MAU” jawabku to the point dan ikut membentak. Entah dari mana Sarah tahu aku sedang di sini, perasaan aku tidak upload apa-apa di instastory.
Tiba-tiba Sarah menjambak kerudungku, dengan reflek aku langsung menepis tangannya.
“KERJAIN TUGASNYA ATAU GUE LAPOR DOSEN!”
“YANG ADA JUGA LO YANG DILAPORIN!” tiba-tiba Reno angkat bicara sambil menunjuk muka Sarah. Ternyata Reno kasar. Tapi, semoga hanya saat situasi seperti ini.
“LO GAK USAH IKUT CAMPUR! ATAU LO GUE BILANGIN KAK ANGGI!!” ancamnya pada Reno. Kalian tentu tahu dia adiknya Anggi.
“BILANGIN AJA! Gue sih santai.” Kata Reno dengan gaya songongnya. Jengkel aku melihatnya. Malah diladeni. Aku sedari tadi diam, mengamati dua orang ini yang berdebat gara-gara aku.
“Urusan gue bukan sama lo Reno!”
Tiba-tiba tanganku ditarik dengan kasar, menyeret sampai keluar cafe, pertengkaran itu menghebohkan para pengunjung cafe. Memalukan Valra! Aku keluar bersama Sarah dan disusul Reno dan Reni.
“LO TINGGAL KERJAIN TUGAS GUE APA SUSAHNYA SIH!”
“Lo ngomong santai dong! Gak usah nge gas!”
“OHH UDAH BERANI YA SEKARANG, PAKE LO GUE BERANI?!”
“Orang kaya lo, gak perlu gue takutin!”
“VALRAAAA, ISTIGFAR, JANGAN KEPANCING SETAN KAYA SARAH” teriak Reni. Aku langsung tersadar dan teringat akan nasihat kedua orangtuaku. Mereka bilang, kalau ada orang yang marah-marah kesetanan contohnya seperti Sarah di hadapan kamu, hadapi dengan santai dan dingin, bikin dia sadar dan malu. Karena kalau dilawan dengan emosi, artinya kamu dan dia sama.
“Pokoknya gue gamau tahu, tugasnya lo yang selesaikan!”
Aku terdiam.
“Gue gamau, waktu liburan gue tersita cuma karena tugas sialan ini. Dua minggu?  Gue harus ngorbanin liburan gue? Ihhh gakk yaaa lo aja sana!” lanjutnya, dan kini makin menjadi dengan sikapnya yang menolak bahuku. Padahal, sedari tadi aku diam. Bahkan sekarang pun,
Aku masih terdiam.
“Kok lo diem aja sih!” katanya kesal.
“Aku nunggu kamu selesai cerita” ucapku dengan senyum.
“Gue gak lagi cerita!” sentaknya. Padahal dia bisa kok biasa aja.
“Sekarang giliran aku, kamu bilang gamau waktu liburan tersita sedikitpun hanya untuk tugas. Lalu kamu kemana saat waktunya tugas itu dikerjakan? Aku udah sering lho Sar ngajak kamu ngerjain tugasnya bareng, tapi kamu selalu nolak dengan alasan ada acara keluarga, sayang karena itu quality time kamu sama keluarga. Kamu enak Sar, mau ketemu kapan aja sama mereka gampang. Aku ngajak kamu ngerjain tugas itu cepet-cepet biar liburan kita santai dan jujur aja, aku ini pengen pulang. Pengen ketemu keluarga aku, nikmati waktu bareng mereka. Tapi kamu nolak kan? Ketika aku ajak. Ya udah makanya aku mengerjakan bagian aku duluan. Tapi sekarang apa? Kamu dengan seenaknya nyuruh aku? Dengan seenaknya ngasih solusi cancel tiket? Aku gak perlu kasih tau kamu alasan aku gak mau cancel tiket, karena kamu pun gak bakal peduli kan?”
Aku lihat Sarah tertunduk, entah apa yang dia pikirkan.
“Kamu harus belajar mengerti orang lain Sar, gak semuanya yang kamu mau bisa terwujud dengan memaksa orang lain dan gak peduli apa yang udah orang itu korbankan.”
Setelah aku menyampaikan penolakanku secara halus dan jelas, aku bergegas pergi menghampiri kedua teman dekatku, tapi Sarah menarik baju ku dengan kuat.
‘PLAKK’
‘BRUGH’
Iya. Sarah menamparku, dan mendorongku sampai jatuh. Aku diam saja saat itu, Reno dan Reni dengan sigap menghampiriku. Reni membantukku berdiri, dan Reno berdiri di depanku seolah menjadi tameng. Harusnya aku yang menampar Sarah, lalu kemudian mendorongnya, memasukkannya ke karung lalu buang ke sungai. Hhhh. Lupakan. Karena nyatanya aku hanya diam. Sayang tenaga hehehe.
“GUE GAK PEDULI SAMA LO!”
“Begitupun aku. Sampai jumpa”
Aku langsung meninggalkannya. Tangannya mengepal dan dia mencak-mencak mendumel tidak jelas, sudahlah, aku tidak peduli. Kami bertiga pergi meninggalkannya. Aku tidak peduli dengannya, lagipula mau dia mengerjakannya atau tidak, dia yang akan merugi.
Ku dengar ada suara orang berlari di belakangku. Aku tengok dan,
‘BRUGH’
Aku jatuh kembali. Sarah mendorongku dari belakang dan menaiki punggungku. Bukaaaan, bukan main kuda-kudaan. Dia menyerangku, sekarang aku tidak diam. Aku bangun dan membuatnya terjatuh. Suruh siapa sih naik ke punggungku, jatuh kan jadinya. Dia meringis kesakitan, dan ku lihat siku nya berdarah. Ku simpan obat merah dan kapas di sampingnya. Aku selalu membawa obat-obat P3K dalam tasku, untuk jaga-jaga seperti ini. Setelah itu, ya aku tinggalkan. Untuk apa berlama-lama, yang ada nanti dia menyerangku lagi. Kata ayah, kalau orang udah nyerang-nyerang seperti itu, tinggalkan saja katanya. Karena kalau kamu masih di situ, itu akan membuatnya makin emosi. Tidak baik.
~~~
Kami bertiga pulang oleh Reno. Di perjlanan, aku mengabari dosenku untuk memberi tahu bahwa aku akan mengumpulkan tugas bagianku dan sisanya ada di Sarah. Aku menjelaskan ketika dosen bertanya. Dosen bilang katanya dia akan memaklumi, dan nilaiku tidak akan sama seperti Sarah jika dia terlambat mengumpulkan. Oh iya, ngomong-ngomong. setelah mengantar Reni, sekarang giliran untuk mengantarku.
“kemana mba sekarang?” candanya. Tapi aku tidak ingin bercanda sekarang.
“Reno, kamu tahu gak?”
“Hm?”
“Sebenarnya sering banget aku ngerasa sepi, meskipun ada kamu,ada Reni dan temen-temen lain yaa aku tetap merasa sepi kalau sendiri.”
“Ya iyalah, kan kamu sendirian. Jadi sepi.”
“Ih bukannya gitu”
“Iya iya aku ngerti kok, jangan pernah merasa sepi karena aku akan ada dan siap ko buat selalu dengerin cerita kamu. Reni juga gitu kan pastinya. Meskipun aku tahu, kehadiran aku gak bakalan bisa ngobatin rasa sepi karena kamu kangen ke orangtua kamu. Lain kali, kabari aku kalau kamu merasa kesepian.” Katanya. Dia memberhentikan mobilnya, lalu melihat ke arahku sambil tersenyum.
“Sudah sampai, Mba.”
“Makasih”
Aku langsung turun dari mobilnya, bergegas masuk ke rumah kos ku. Langsung memeriksa barang bawaanku untuk pulang esok hari, dan sepertinya tidak ada yang tertinggal. Lalu, aku bereskan kamarku dan dilanjutkan beristirahat.
~~~
            Sang mentari sudah memancarkan sinarnya, pemandangan alam yang indah dan menyegarkan mata. Sepanjang jalan aku menikmati perjalanan keretaku ini. Tadi pagi sekitar pukul enam, Reni dan Reno datang menjemputku, dan mereka mengantarkanku ke stasiun. Mereka seperti orang yang akan mengantarkanku ke luar negeri saja. Saat ini, grup chat sedang ribut. Reno dan Reni sedang saling berargumen, tapi aku tahu pasti dibalik pertengkaran chat ini, mereka sedang terkekeh.
            Kata mereka, kemarin ada kabar bahwa dosen yang kemarin memberi tugas penelitian marah-marah pada Sarah. Aku kaget, kukira karena aku mengadu. Tapi untungnya bukan. Katanya, Sarah benar-benar tidak mengumpulkan tugasnya. Makanya, dosen marah. Sebenarnya, bukan marah karena tidak mengerjakan tugas itu, tapi marah karena sikapnya yang meremehkan.   
            Senang rasanya berada dalam perjalanan pulang menuju rumahku, membayangkan aku memeluk Ayah dan Ibu. Seringkali aku me-reject telpon dari Ayah maupun Ibu ketika aku sedang mengerjakan tugas. Merasa bersalah jelas. Tapi untungnya mereka mengerti setelah aku bilang aku sedang menyelesaikan tugas.
            Kesendirian, kehampaan, dan kekhawatiran, itu yang dirasakan ketika orang yang kita cintai tidak ada di samping kita untuk berbagi dalam perasaan sepi. Itu berarti, hal ini terjadi pada orang yang membutuhkan kehadiranmu di rumah. Orang yang selalu ingin tahu, bahkan jika diizinkan, dia akan ikut bersamaku. orang yang selalu mengingatkanku untuk beristirahat saat siang hari, orang yang selalu mendo’akanku dan mengingatkan agar aku berhati-hati dijalan saat berpergian, dan orang yang selalu menelponkun di malam hari hanya untuk menanyakan menu makananku.
            Walau seorang anak punya berbagai cara untuk menunjukan rasa cintanya pada orangtua, tapi mereka hanya memerlukan satu cara untuk menunjukan rasa cintanya padaku.
~~~
            Kini, aku telah sampai di depan rumahku. Ku ketuk pintu rumah itu.
“Assalamualaikum Bu, Valra pulang” ku ucapkan seperti itu ketika ibu yang membuka pintu, kucium tangannya dan ibu langsung memelukku dengan erat
“Waalaikumsalam”
Tak lama kemudian, Ayah keluar dari rumah.
“Valraaa”
“Assalamualaikum Ayah” hal yang sama aku lakukan pada ayah.
“Waalaikumsalam”
Ibu dan Ayah langsung memelukku, mengajak ku masuk dan langsung menanyakan banyak hal, dari bagaimana aku bisa pulang? Kenapa aku jarang menghubungi mereka? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang mereka lontarkan. Ini yang ku rindukan. Perhatian mereka secara langsung.
Akhirnya, aku bisa merasakan tidur kembali di kamar asliku. Kamar yang langit-langitnya bertaburan bintang. Karena memang ku desain seperti langit aslinya hehehe.
~~~
Selama aku di sini, Reno dan Reni sering menelponku, tak jarang kita lakukan panggilan video bertiga. Seru! Terakhir Reni bilang dia rindu padaku. Reni katanya sedang sibuk akhir-akhir ini, dia jadi ketua pelaksana gitu di salah satu acara oraganisasi kampusnya, senang deh akhirnya apa yang dia inginkan bisa terwujud. Reni juga bilang, maaf apabila akhir-akhir ini susah dihubungi. Aku bilang gak apa-apa.
Oh iya, Reno juga bilang dia sudah putus dengan Anggi. Rasanya seperti bebas dari penjara, katanya. Hahaha. Dia bilang, sedang suka pada seseorang, tapi orangnya tidak ada di sana, curhatnya. Aku langsung mengkritiknya dan mengomelinya karena dia itu seperti yang sangat mudah jatuh cinta. Tapi, dia bilang sudah lama, sejak ospek. Dia pacaran sama Anggi karena kasian, Anggi maksa katanya. Aku tanya, emang dia lagi suka sama siapa? Dia jawab, “Jauh orangnya, di Bandung. Orangnya lucu, suka makan ice cream rasa rindu” aku tertawa mendengarnya. Mana ada variant  seperti itu. Aku hanya meng ‘oh’ kan saja. Terserahlah pada siapa dia naksir sekarang.
Sekarang aku bisa menikmati rutinitasku di rumah. Rutinitas saat malam hari yang  sangat aku rindukan, yaitu menatap langit di teras rumah bersama Ayah dan Ibuku. Sederhana, namun kebersamaan ini yang membuatku ingin pulang.

~SELESAI~


Terimakasih telah membaca :) 
Kritik dan saran sangat diperlukan dan akan sangat diterima. Mohon maaf apabila terdapat kesamaan nama tempat dan nama tokoh. Itu semua hanya ketidaksengajaan semata.

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate