CERPEN : Pulang (Bagian 2)


....
Hari ini adalah hari terakhir UAS, semua tugas bagianku telah selesai dan UAS akan segera berakhir, itu tandanya, aku bisa segera pulang ke Bandung. Yippyyyyy. Senangnya, rasa rindu ini akan sedikit terobati. Dilan harus tahu bahwa aku kuat menahan rindu, hehehe.
            Hari ini juga aku ada janji dengan Reni dan Reno, sekaligus pamitan bahwa besok aku akan pulang ke Bandung.
“Yakin kamu mau pulang semester ini?” tanya Reni yang berusaha menahanku untuk tidak pulang. Aku hanya mengangguk
“Biarin lha Ren, kasihan dia udah lama gak pulang. Nanti ke stasiun nya aku antar yaa. Harus mau! Gak boleh nolak.” Ucap Reno dengan gaya khasnya ketika memaksa aku harus diantar olehnya.
“Iya Reno, tenang Niiii nanti juga aku balik lagi, kangen banget sama Ayah dan Ibu, selagi ada kesempatan kan. Kalau kalian sih enak bisa pulang tiap minggu atau pulang-pergi tiap dosen ngasih libur, kalau aku kan nggak.” Ucapku sambil menunduk, berusaha menyembunyikan rasa iriku pada mereka.
“hehe iya deh, maafkan aku sahabatku sayang.” Kata Reni sambil memelukku dari samping. Berusaha menggodaku, lucu hehe. Sedangkan Reno hanya memandang kami dengan senyuman.
Telponku tiba-tiba berbunyi. Dari Sarah, lalu ku angkat, mungkin mau memberikan tugasnya.
“Hallo Sarah.”
“Lho? Bukannya tugas bagian aku udah?”
“Yaa gak bisa kaya gitu lah! Itu kan bagian kamu!”
“Ngga bisaaa! Aku gak mau!”
“Aku besok mau pulang”
“Mana bisa dicancel! Aku udah pesen tiket, dan berangkat pagi. Bagian kamu ya kerjain lah sama kamu, ngapain nyuruh aku”
“hhss. Sial!” aku menggebrak meja, sepertinya terlalu keras hingga membuat pengunjung cafe melirik ke arahku. Aku melipatkan kedua tanganku, lalu menyembunyikan kepala lebih tepatnya wajahku di antara keduanya. Kesal. Aku mengepalkan tanganku dan memukul mukul meja. Aku merasakan ada yang menahan tanganku lalu memeluk. Aku harap ini Reni. Awas aja kalau sampai itu Reno, aku jitak sampai benjol.
“Kenapa Val? Tenang-tenang” suara Reni. Untungnya Reni.
“Val, liat aku dulu deh.” kata Reno membujuk dan sambil menyodorkannya, aku pun menegadahkan kepalaku melihatnya
“Tadaaa, nih ice cream buat kamu.” Aku pun mengambil ice cream di tangannya, entah sejak kapan dia menghilang untuk membelinya, karena kalau itu sulap, tentu aku tidak akan percaya.
“Terima kasih.”
“Udah dong jangan nangis.... mau cerita sekarang?” tanya Reni dengan lembut, dia tahu cara menenangkanku. Aku pun mengangguk. Aku mulai bercerita tentang Sarah yang meminta aku mengerjakan seluruh tugas kelompok, tugas yang kemarin aku ceritakan. Padahal aku sudah menyelesaikan bagianku. Tinggal bagian dia yang belum tuntas. Aku tidak mau melakukannya,karena tugas itu berbasis penelitian dan membutuhkan waktu 2-3 hari untuk penelitian, belum lagi penyusunan hipotesis dan hasilnya. Sedangkan, aku sudah membeli tiket untuk kepulanganku besok. Tiket itu aku beli dari hasil menabung, karena aku ingin memberi kejutan kepada orangtua ku, dan tak mungkin aku merelakan tiketku hangus begitu saja.
Setelah bercerita, aku kembali menyembunyikan wajahku, aku tak suka menangis di depan umum.
“HEHH VALRA!” tiba-tiba ada yang membentakku.
“MAU APA LAGI SIH SARAHHH?! AKU UDAH BILANG AKU GAK MAU” jawabku to the point dan ikut membentak. Entah dari mana Sarah tahu aku sedang di sini, perasaan aku tidak upload apa-apa di instastory.
Tiba-tiba Sarah menjambak kerudungku, dengan reflek aku langsung menepis tangannya.
“KERJAIN TUGASNYA ATAU GUE LAPOR DOSEN!”
“YANG ADA JUGA LO YANG DILAPORIN!” tiba-tiba Reno angkat bicara sambil menunjuk muka Sarah. Ternyata Reno kasar. Tapi, semoga hanya saat situasi seperti ini.
“LO GAK USAH IKUT CAMPUR! ATAU LO GUE BILANGIN KAK ANGGI!!” ancamnya pada Reno. Kalian tentu tahu dia adiknya Anggi.
“BILANGIN AJA! Gue sih santai.” Kata Reno dengan gaya songongnya. Jengkel aku melihatnya. Malah diladeni. Aku sedari tadi diam, mengamati dua orang ini yang berdebat gara-gara aku.
“Urusan gue bukan sama lo Reno!”
Tiba-tiba tanganku ditarik dengan kasar, menyeret sampai keluar cafe, pertengkaran itu menghebohkan para pengunjung cafe. Memalukan Valra! Aku keluar bersama Sarah dan disusul Reno dan Reni.
“LO TINGGAL KERJAIN TUGAS GUE APA SUSAHNYA SIH!”
“Lo ngomong santai dong! Gak usah nge gas!”
“OHH UDAH BERANI YA SEKARANG, PAKE LO GUE BERANI?!”
“Orang kaya lo, gak perlu gue takutin!”
“VALRAAAA, ISTIGFAR, JANGAN KEPANCING SETAN KAYA SARAH” teriak Reni. Aku langsung tersadar dan teringat akan nasihat kedua orangtuaku. Mereka bilang, kalau ada orang yang marah-marah kesetanan contohnya seperti Sarah di hadapan kamu, hadapi dengan santai dan dingin, bikin dia sadar dan malu. Karena kalau dilawan dengan emosi, artinya kamu dan dia sama.
“Pokoknya gue gamau tahu, tugasnya lo yang selesaikan!”
Aku terdiam.
“Gue gamau, waktu liburan gue tersita cuma karena tugas sialan ini. Dua minggu?  Gue harus ngorbanin liburan gue? Ihhh gakk yaaa lo aja sana!” lanjutnya, dan kini makin menjadi dengan sikapnya yang menolak bahuku. Padahal, sedari tadi aku diam. Bahkan sekarang pun,
Aku masih terdiam.
“Kok lo diem aja sih!” katanya kesal.
“Aku nunggu kamu selesai cerita” ucapku dengan senyum.
“Gue gak lagi cerita!” sentaknya. Padahal dia bisa kok biasa aja.
“Sekarang giliran aku, kamu bilang gamau waktu liburan tersita sedikitpun hanya untuk tugas. Lalu kamu kemana saat waktunya tugas itu dikerjakan? Aku udah sering lho Sar ngajak kamu ngerjain tugasnya bareng, tapi kamu selalu nolak dengan alasan ada acara keluarga, sayang karena itu quality time kamu sama keluarga. Kamu enak Sar, mau ketemu kapan aja sama mereka gampang. Aku ngajak kamu ngerjain tugas itu cepet-cepet biar liburan kita santai dan jujur aja, aku ini pengen pulang. Pengen ketemu keluarga aku, nikmati waktu bareng mereka. Tapi kamu nolak kan? Ketika aku ajak. Ya udah makanya aku mengerjakan bagian aku duluan. Tapi sekarang apa? Kamu dengan seenaknya nyuruh aku? Dengan seenaknya ngasih solusi cancel tiket? Aku gak perlu kasih tau kamu alasan aku gak mau cancel tiket, karena kamu pun gak bakal peduli kan?”
Aku lihat Sarah tertunduk, entah apa yang dia pikirkan.
“Kamu harus belajar mengerti orang lain Sar, gak semuanya yang kamu mau bisa terwujud dengan memaksa orang lain dan gak peduli apa yang udah orang itu korbankan.”
Setelah aku menyampaikan penolakanku secara halus dan jelas, aku bergegas pergi menghampiri kedua teman dekatku, tapi Sarah menarik baju ku dengan kuat.
‘PLAKK’
‘BRUGH’
Iya. Sarah menamparku, dan mendorongku sampai jatuh. Aku diam saja saat itu, Reno dan Reni dengan sigap menghampiriku. Reni membantukku berdiri, dan Reno berdiri di depanku seolah menjadi tameng. Harusnya aku yang menampar Sarah, lalu kemudian mendorongnya, memasukkannya ke karung lalu buang ke sungai. Hhhh. Lupakan. Karena nyatanya aku hanya diam. Sayang tenaga hehehe.
“GUE GAK PEDULI SAMA LO!”
“Begitupun aku. Sampai jumpa”
Aku langsung meninggalkannya. Tangannya mengepal dan dia mencak-mencak mendumel tidak jelas, sudahlah, aku tidak peduli. Kami bertiga pergi meninggalkannya. Aku tidak peduli dengannya, lagipula mau dia mengerjakannya atau tidak, dia yang akan merugi.
Ku dengar ada suara orang berlari di belakangku. Aku tengok dan,
‘BRUGH’
Aku jatuh kembali. Sarah mendorongku dari belakang dan menaiki punggungku. Bukaaaan, bukan main kuda-kudaan. Dia menyerangku, sekarang aku tidak diam. Aku bangun dan membuatnya terjatuh. Suruh siapa sih naik ke punggungku, jatuh kan jadinya. Dia meringis kesakitan, dan ku lihat siku nya berdarah. Ku simpan obat merah dan kapas di sampingnya. Aku selalu membawa obat-obat P3K dalam tasku, untuk jaga-jaga seperti ini. Setelah itu, ya aku tinggalkan. Untuk apa berlama-lama, yang ada nanti dia menyerangku lagi. Kata ayah, kalau orang udah nyerang-nyerang seperti itu, tinggalkan saja katanya. Karena kalau kamu masih di situ, itu akan membuatnya makin emosi. Tidak baik.
~~~
Kami bertiga pulang oleh Reno. Di perjlanan, aku mengabari dosenku untuk memberi tahu bahwa aku akan mengumpulkan tugas bagianku dan sisanya ada di Sarah. Aku menjelaskan ketika dosen bertanya. Dosen bilang katanya dia akan memaklumi, dan nilaiku tidak akan sama seperti Sarah jika dia terlambat mengumpulkan. Oh iya, ngomong-ngomong. setelah mengantar Reni, sekarang giliran untuk mengantarku.
“kemana mba sekarang?” candanya. Tapi aku tidak ingin bercanda sekarang.
“Reno, kamu tahu gak?”
“Hm?”
“Sebenarnya sering banget aku ngerasa sepi, meskipun ada kamu,ada Reni dan temen-temen lain yaa aku tetap merasa sepi kalau sendiri.”
“Ya iyalah, kan kamu sendirian. Jadi sepi.”
“Ih bukannya gitu”
“Iya iya aku ngerti kok, jangan pernah merasa sepi karena aku akan ada dan siap ko buat selalu dengerin cerita kamu. Reni juga gitu kan pastinya. Meskipun aku tahu, kehadiran aku gak bakalan bisa ngobatin rasa sepi karena kamu kangen ke orangtua kamu. Lain kali, kabari aku kalau kamu merasa kesepian.” Katanya. Dia memberhentikan mobilnya, lalu melihat ke arahku sambil tersenyum.
“Sudah sampai, Mba.”
“Makasih”
Aku langsung turun dari mobilnya, bergegas masuk ke rumah kos ku. Langsung memeriksa barang bawaanku untuk pulang esok hari, dan sepertinya tidak ada yang tertinggal. Lalu, aku bereskan kamarku dan dilanjutkan beristirahat.
~~~
            Sang mentari sudah memancarkan sinarnya, pemandangan alam yang indah dan menyegarkan mata. Sepanjang jalan aku menikmati perjalanan keretaku ini. Tadi pagi sekitar pukul enam, Reni dan Reno datang menjemputku, dan mereka mengantarkanku ke stasiun. Mereka seperti orang yang akan mengantarkanku ke luar negeri saja. Saat ini, grup chat sedang ribut. Reno dan Reni sedang saling berargumen, tapi aku tahu pasti dibalik pertengkaran chat ini, mereka sedang terkekeh.
            Kata mereka, kemarin ada kabar bahwa dosen yang kemarin memberi tugas penelitian marah-marah pada Sarah. Aku kaget, kukira karena aku mengadu. Tapi untungnya bukan. Katanya, Sarah benar-benar tidak mengumpulkan tugasnya. Makanya, dosen marah. Sebenarnya, bukan marah karena tidak mengerjakan tugas itu, tapi marah karena sikapnya yang meremehkan.   
            Senang rasanya berada dalam perjalanan pulang menuju rumahku, membayangkan aku memeluk Ayah dan Ibu. Seringkali aku me-reject telpon dari Ayah maupun Ibu ketika aku sedang mengerjakan tugas. Merasa bersalah jelas. Tapi untungnya mereka mengerti setelah aku bilang aku sedang menyelesaikan tugas.
            Kesendirian, kehampaan, dan kekhawatiran, itu yang dirasakan ketika orang yang kita cintai tidak ada di samping kita untuk berbagi dalam perasaan sepi. Itu berarti, hal ini terjadi pada orang yang membutuhkan kehadiranmu di rumah. Orang yang selalu ingin tahu, bahkan jika diizinkan, dia akan ikut bersamaku. orang yang selalu mengingatkanku untuk beristirahat saat siang hari, orang yang selalu mendo’akanku dan mengingatkan agar aku berhati-hati dijalan saat berpergian, dan orang yang selalu menelponkun di malam hari hanya untuk menanyakan menu makananku.
            Walau seorang anak punya berbagai cara untuk menunjukan rasa cintanya pada orangtua, tapi mereka hanya memerlukan satu cara untuk menunjukan rasa cintanya padaku.
~~~
            Kini, aku telah sampai di depan rumahku. Ku ketuk pintu rumah itu.
“Assalamualaikum Bu, Valra pulang” ku ucapkan seperti itu ketika ibu yang membuka pintu, kucium tangannya dan ibu langsung memelukku dengan erat
“Waalaikumsalam”
Tak lama kemudian, Ayah keluar dari rumah.
“Valraaa”
“Assalamualaikum Ayah” hal yang sama aku lakukan pada ayah.
“Waalaikumsalam”
Ibu dan Ayah langsung memelukku, mengajak ku masuk dan langsung menanyakan banyak hal, dari bagaimana aku bisa pulang? Kenapa aku jarang menghubungi mereka? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang mereka lontarkan. Ini yang ku rindukan. Perhatian mereka secara langsung.
Akhirnya, aku bisa merasakan tidur kembali di kamar asliku. Kamar yang langit-langitnya bertaburan bintang. Karena memang ku desain seperti langit aslinya hehehe.
~~~
Selama aku di sini, Reno dan Reni sering menelponku, tak jarang kita lakukan panggilan video bertiga. Seru! Terakhir Reni bilang dia rindu padaku. Reni katanya sedang sibuk akhir-akhir ini, dia jadi ketua pelaksana gitu di salah satu acara oraganisasi kampusnya, senang deh akhirnya apa yang dia inginkan bisa terwujud. Reni juga bilang, maaf apabila akhir-akhir ini susah dihubungi. Aku bilang gak apa-apa.
Oh iya, Reno juga bilang dia sudah putus dengan Anggi. Rasanya seperti bebas dari penjara, katanya. Hahaha. Dia bilang, sedang suka pada seseorang, tapi orangnya tidak ada di sana, curhatnya. Aku langsung mengkritiknya dan mengomelinya karena dia itu seperti yang sangat mudah jatuh cinta. Tapi, dia bilang sudah lama, sejak ospek. Dia pacaran sama Anggi karena kasian, Anggi maksa katanya. Aku tanya, emang dia lagi suka sama siapa? Dia jawab, “Jauh orangnya, di Bandung. Orangnya lucu, suka makan ice cream rasa rindu” aku tertawa mendengarnya. Mana ada variant  seperti itu. Aku hanya meng ‘oh’ kan saja. Terserahlah pada siapa dia naksir sekarang.
Sekarang aku bisa menikmati rutinitasku di rumah. Rutinitas saat malam hari yang  sangat aku rindukan, yaitu menatap langit di teras rumah bersama Ayah dan Ibuku. Sederhana, namun kebersamaan ini yang membuatku ingin pulang.

~SELESAI~


Terimakasih telah membaca :) 
Kritik dan saran sangat diperlukan dan akan sangat diterima. Mohon maaf apabila terdapat kesamaan nama tempat dan nama tokoh. Itu semua hanya ketidaksengajaan semata.

CERPEN : Pulang (Bagian 1)

Pulang
            Kutatap langit-langit kamar yang putih polos dan hanya dihiasi oleh lampu sembari merebahkan diri di kasur yang empuk, rasanya nyaman dan cukup membantu untuk menghilangkan rasa penatku pada jadwal kegiatan hari ini. Rasanya, aku ingin keluar bersantai dan menikmati langit yang sesungguhnya. Langit biru yang bertabur jutaan bintang. Sayangnya, bintang sudah jarang terlihat di perkotaan ini, berbeda dengan di daerahku, jadi rindu.
‘KRIINGGG’
Aku mendengar telepon genggam ku berdering, sangat malas ku angkat.
‘KRINGGG’
Hush, mengganggu istirahatku saja ku rampas telpon genggam disampingku. Duduk, lalu tarik napas dalam-dalam, buaang huhhh.

“Iya? Hallo?” kata aku dengan santai, tenang, dan berusaha terdengar ramah.

Hallo Val!” sahutnya dengan semangat, aku rasa ini pasti Reni 

“Ini aku. Reni. Nomorku baru, Val” jawabnya, sudah kuduga ini Reni, suaranya khas dan nada bicaranya yang selalu ceria padahal ini sudah malam

“Hmm iya Ren, ada apa?”

“Jangan lupa yaaa, besok kita kumpul di aula pukul 2 siang. Ada latgab, tadi informasinya mendadak, jadi aku telpon kamu, takutnya kamu ngga cek grup chat.”

“Oh ya? Kebetulan aku memang belum periksa handphone dari tadi, hehehe. Latihan gabungan sama komunitas mana?” tanyaku penasaran, aku memang kurang suka memainkan handphone, jadi tak aneh jika aku sedikit terlambat mendapat informasi. Aku harap kalian maklum.

“Yaa itu deh, biasa..” jawabnya, terdengar sedikit malas manyebutkan. Aku tahu.

“Kayaknya, besok aku gak bakalan dateng deh Ren”

“Lhoo? Kenapa? Gara-gara latgab?” jawabnya dengan nada merengek

“Bukaan Ren, besok aku ada jadwal kulliah, tepat pukul 2 siang, hehe.” jelasku. Terdengar helaan napasnya di telepon.

“Yhaaa. Ya sudah, nanti aku beri tahu teman-teman deh.” ucapnya dengan nada yang sepertinya kecewa. Aku kurang paham.

“Maaf yaa. Tapi, terima kasih sudah memberi tahu.” sahutku dengan nada gembira, untuk memulihkan semangatnya.

“Terima kasih kembali, Valra. Aku tutup yaa, malam.” 

“Malam.”

            Reni adalah teman dekatku sejak saat ospek. Dia tinggi, putih, pokoknya  perempuan yang anggun apalagi ditambah pakaian tertutup dengan gaya kerudung andalannya, cantik, dan selalu ceria. Dia sangat ekspresif di depanku, pokoknya kalau dia bercerita, pasti seru. Kalian harus bertemu orang sepertinya. Itu sekilas tentang Reni.
Sekarang, aku memejamkan mataku kembali, sejenak beristirahat sebelum mulai mengerjakan tugas kampusku.
‘KRINGG’
Telponku kembali bebunyi, namun saat ini menunjukkan permintaan panggilan video, layarnya menunjukkan nama kontak yang saat ini ku rindukan. Ibu.

“Assalamualaikum Ibu, Valra kangeeen.” 

Waalaikumsalam nak, kebiasaan deh kamu kalau Ibu telpon pasti merengek seperti itu.” Katanya. 

“Ibuuu bagaimana aku tidak merengek, aku rindu berada di rumah” tadinya ingin ku katakan seperti itu, tapi aku tidak mau membuat ibu jadi khawatir. Jadi aku hanya menjawab,

“Hmm” ucapku dengan menunjukkan ekspresi cemberut seolah dengan itu aku katakan inginku.

Kamu sudah pulang? Maksud Ibu, tidak akan kemana-mana lagi?

“Sudah bu. Iya.”

Makan malam hari ini menunya apa?

“Mie goreng mungkin Bu, hari ini Valra cape banget, jadi gak sempat beli makanan.”

Jangan kebanyakan makan mie, sayang. Bahan masakan memangnya habis?”

“Masih ada kok Bu.”

Kalau kamu malas masak, pesan makanan dari luar saja, tapi jangan junk food ya, ibu gak mau kamu sakit.

“Nanti Valra masak Bu, hehehe”

Masak apa?

“Masak mie, hehe” jawabku jahil. Entah kenapa layar teleponku menjadi gelap dan bergoyang? Seperti ada yang merebut, tapi ibu kan di rumah, mungkin kah kalau dirampok? Ibu, jangan buat aku khawatir. Mungkin aku berlebihan, tapi rasa rindu yang membuatku cemas. Sampai sekarang masih saja layarnya hitam.

Heh kamu!” tiba-tiba wajah ayah muncul dengan ekspresi yang dibuat semenyeramkan mungkin oleh nya, membuat kaget karena seluruh wajahnya memenuhi layar telepon-ku

“Ayaahh!” ucapku merengek

Kaget yaa? Hahaha.” ucap Ayah dengan gelak tawanya. Gelak tawa ayah dan ibu yang ku rindukan. Ooh jadi, sedari tadi layar ini gelap dan hitam karena ayah mengambilnya.

Nanti ayah pesankan makanan ya, kamu jangan makan mie terus.” Sambungnya dan menegaskan kembali bahwa aku tidak boleh makan mie.

“Gak apa-apa Ayah, gak usah hehe, nanti aku masak sendiri.” lagian bagaimana mungkin Ayah memesankan makanan dari Bandung lalu diantar kemari? Sebenarnya mungkin bisa sih,jadi ayah memesankan makanan di outlet daerah sini.

Jangan mie yaaa. Awas lhooo.” wajah Ayah berubah jahil, dan sekarang ada ibu di sampingnya sedang memaksa agar wajahnya bisa terlihat di layar. Mereka lucu dan romantis, jadi kumat lagi deh rindunya.

“Iya Ayah, Ibu.” Ucapku dengan senyuman. 

Sekarang, kamu cepet makan ya

Ayah sudah dulu ya, kasian Valra mukanya lelah begitu, dadah sayang, salam rindu dari ayah dan ibu. Wassalamualaikum.” Ucap ibu sambil berdadah di kamera, begitupun ayah di sampingnya.

Waalaikumsalam.” ucapku sambil tersenyum simpul, menahan tangis sebenarnya. Rasa rindu ini malah semakin membludak ketika aku bertatap muka dengan Ayah dan Ibu. Jika kata Dilan (Dilan adalah tokoh dalam novel berjudul ‘DILAN’ karya Pidi Baiq) rindu itu berat. Memang benar! Rindu itu berat dan aku harus kuat. Ayah, ibu, aku ingin pulaaang.
Dengan segera aku membersihkan badanku, makan, kemudian mengerjakan tugas agar aku bisa terlelap dengan nyenyak.
~~~
            Alarm jam ku berbunyi, menunjukan pukul dua dini hari, saatnya untuk sholat tahajud dan membaca buku. Bergegas aku melaksankannya, lalu kemudian aku tertidur kembali dan terbangun pada pukul empat  subuh. Sudah menjadi pola tidurku dan sejauh ini aku merasa baik-baik saja. Hari ini ada jadwal kuliah pagi, jadi aku harus segera berangkat ke kampus.
~~~
            Jam pertama ku lewati dengan mulus, dosen lagi-lagi memberi tugas kelompok, aku satu kelompok dengan Sarah. Sedikit kurang beruntung, tapi untungnya saat itu dosen sedang berbaik hati hehehe, waktu pengumpulan tidak terlalu mepet, sekitar satu minggu sebelum atau sesudah UAS, makin cepat makin baik katanya. Jadi mungkin setelahnya aku bisa pulang. Yaaay, senangnya membayangkan aku berada kembali di rumah dan berlibur di sana.
Sedikit informasi, hari ini ada beberapa mata kuliah, sekarang tinggal menunggu yang terakhir. Menunggu pukul dua siang lama juga, jadi kuputuskan untuk pergi ke kantin sambil memeriksa kembali tugas yang akan dikumpulkan dan juga ngemil tentunya.

“Hai Val.” Reno laki-laki ini langsung duduk di depanku. Dia adalah teman dekatku setelah Reni, duo R. Reno baik, tampan hehehe, dia juga beberapa kali menyelamatkanku dari kebingungan bagaimana harus pulang alias dia suka menjemputku atau juga Reni mungkin? Dia juga putih, terawat, tidak seperti kebanyakan anak lelaki. Satu lagi, dia wangi.

“Hai Reno.” 

“Sibuk amat neng.” Katanya yang sekarang tangannya sedang usil memainkan sedotan pada jus jambu milikku.

“Ngga juga.” jawabku yang kemudian menatapnya dengan tatapan ‘ada apa?’

“Jangan menatapku seperti itu, nanti aku jatuh cinta” katanya sambil balik menatapku. Tatapannya teduh. Aku suka.

“Yeeee, apaan sih ala-ala novelis banget” ucapku sambil mengusap wajahnya dengan kasar, dia memberenggut. Terlihat lucu. Eh aku ini kenapa.

“Kamu lagi ngapain sih? Aku lihat akhir-akhir ini main laptop terus, waktu istirahat, waktu kumpulan, sibuuuk banget gitu keliatannya.” Protesnya yang memang sering aku abaikan ketika sedang mengerjakan tugas.

Segera ku tutup laptop, setelah sebelumnya aku pilih mode ‘sleep’. Lalu, ku tatap wajahnya dan bersiap menjelaskan.

“Gini ya Reeen.... ak..”

“Apaaa” potongnya

“Santai dong mas-nya hehe, dengerin dulu. Aku tuh dari kemarin emang lagi nyicil ngerjain tugas, biar cepet selesai. Karena aku punya target, setelah UAS aku harus bisa pulang. Jadi, semua tugas kelompok, aku selesaikan bagianku.”

“oooooh.”

Aku membuka laptop lagi, tapi dia menahan tanganku.

“Ngobrol bentar aja tanpa sambil ngerjain tugas bisa? Lagian kita jarang ketemu.”

“Oke.” Aku langsung mengambil posisi siap mendengarkan ceritanya.

“Kamu tahu ngga? Aku tuh kangen sama kamu sama Reni, kita udah jarang banget ngumpul semenjak aku pacaran sama Anggi, dia tuh ....”

Dia terus bercerita mengenai kehidupannya setelah dia berpacaran dengan Anggi yang sangat posesif sekali padanya, aku gunakan dua kata yaitu ‘sangat’ dan ‘sekali’ agar kalian terbayang dan tahu betapa posesifnya Anggi. Reno bilang, dia bilang rindu kebersamaan kami, sayangnya Reni tidak ada di sini, kalau ada pasti langsung senang dan mengajak jalan-jalan saat itu juga. 

“Reno... kamu kalau ngomong sama yang lain aku-kamu juga?” tanyaku penasaran sambil mengalihkan topik pembicaraan, karena aku tidak suka ketika dia bercerita dengan murung betapa menyedihkannya punya pacar. Selain itu, aku penasaran karena dari dulu ketika dia bicara pasti selalu menggunakan kosakata aku-kamu.

“Hmm, ngga sih. Paling kosakata ini aku pake ke orang-orang yang deket aja, kaya kamu, Reni, dan ke orang tua. Kalau ke yang lain yaa menyesuaikan kalo mereka pake gue-elo ya aku ikutin, tapi kalau ke orang formal sih saya.” Jelasnya
Aku manggut-manggut mengerti. 

“Val, menurut kamu kalau misalnya aku putusin Anggi gimana?” tanyanya. Sontak aku membelalakan mata ku, kaget. Dahi ku mengernyit bingung, sepertinya dia paham

“nggaa, lupain aja.”
Aku langsung mengangkat alis, dan kembali membuka laptop.
“Vallll...” mendengarnya, aku langsung memutar bola mataku.

“Pukul dua siang sebentar lagi, ayo”Iingatnya, aku langsung melihat jam tanganku, yaap betul. Mata kuliah kali ini aku memang sekelas dengannya, entah kenapa bisa begitu. Yang penting sekelas hehe.

“Yuk!”

Sepanjang jalan kami mengobrol dan dia curi-curi mau menggandeng tanganku, namun aku selalu pura-pura menunjuk atau apapun itu agar dia tidak menggandengku. 

“HEHH VALRA!! CEWEK GENIT!” huft. Pasti Anggi. Dia menarik punggungku. Aku menatapnya dengan santai, dan menyadari bahwa ini adalah awal aku dan Reno akan semakin jauh. Tapi, semoga tidak.

“LO ITU NGAPAIN SIH JALAN SAMA RENO TERUS?!” ucapnya dengan wajah yang memerah dan mata yang melotot. Seram. Aku langsung memberi kode kepada Reno. Dia langsung menarik Anggi dan menjelaskan. Entah apa yang dibicarakan, tapi yang jelas sebentar lagi dosen akan masuk! Karena dia sedang melangkah menuju kesini!!! Panikkk, bagaimana caranya menarik Reno agar terlepas dari Anggi yang jahat iniii. Ah iyaa.

“Kak Anggiii yang cantik yang baik, udah dulu yaa, dosen udah on the way, Reno nya aku pinjem dulu yaa. Dadaaahh” aku langsung menarik baju Reno dan mengajaknya berlari, karena kalau tidak begini Anggi pasti menahannya dulu dan mengungkapkan sejuta kata sayang-sayangan, dan larangan lainnya yang akan membuat Reno terlambat. Aku bisa saja meninggalkan Reno, tapi kasihan kan. Saat aku berbalik badan, Anggi sedang berkacak pinggang menatapku sinis.
‘BRAKK’ aku tak sengaja menggebrak pintu kelas, semua yang sudah berada di kelas sontak kaget dan mengumpatku

“Fyuuhh... maaf maaf.” Kataku
Dosen pun masuk, dan memberi materi juga tugas seperti biasa. Hft, hidupku penuh tugas, lalalala senangnya.
            Bicara tentang Anggi, ya seperti yang kalian tahu bahwa Anggi adalah pacar Reno. Dia cantik, mungil, rambutnya hitam dan bagus. Kelihatannya dia sangat sayang pada Reno, dan tak ingin kehilangannya. Pernah waktu itu Reno menjemputku dari perpustakaan daerah karena sudah larut malam dan saat itu hujan, kalian tahu apa yang Anggi lakukan selama Reno bersamaku? Pasti tidak, sekarang ku beri tahu. Dia terus mengawasi kami lewat panggilan video, sedikit saja bicara, dia akan bilang ‘Hehh!! Jangan ngobrol-ngobrol!” sudah seperti diawas saat ujian. Kalian juga harus tahu, bahwa Anggi adalah kakak dari Sarah.
~~~
  

See u soon on next part
Cerpen . Cerita pendek . cerita pendek persahabatan . cerita pendek yang panjang . cerita pendek pertemanan . dilan . cerpen rindu . pulang 


Diberdayakan oleh Blogger.

Translate