Pulang
Kutatap langit-langit kamar yang
putih polos dan hanya dihiasi oleh lampu sembari merebahkan diri di kasur yang
empuk, rasanya nyaman dan cukup membantu untuk menghilangkan rasa penatku pada
jadwal kegiatan hari ini. Rasanya, aku ingin keluar bersantai dan menikmati
langit yang sesungguhnya. Langit biru yang bertabur jutaan bintang. Sayangnya,
bintang sudah jarang terlihat di perkotaan ini, berbeda dengan di daerahku,
jadi rindu.
‘KRIINGGG’
Aku mendengar
telepon genggam ku berdering, sangat malas ku angkat.
‘KRINGGG’
Hush,
mengganggu istirahatku saja ku rampas telpon genggam disampingku. Duduk, lalu
tarik napas dalam-dalam, buaang huhhh.
“Iya? Hallo?”
kata aku dengan santai, tenang, dan berusaha terdengar ramah.
“Hallo Val!” sahutnya dengan semangat,
aku rasa ini pasti Reni
“Ini aku. Reni.
Nomorku baru, Val” jawabnya, sudah kuduga ini Reni, suaranya khas dan nada
bicaranya yang selalu ceria padahal ini sudah malam
“Hmm iya Ren,
ada apa?”
“Jangan lupa yaaa, besok kita kumpul di
aula pukul 2 siang. Ada latgab, tadi informasinya mendadak, jadi aku telpon
kamu, takutnya kamu ngga cek grup chat.”
“Oh ya?
Kebetulan aku memang belum periksa handphone
dari tadi, hehehe. Latihan gabungan sama komunitas mana?” tanyaku
penasaran, aku memang kurang suka memainkan handphone, jadi tak aneh jika aku
sedikit terlambat mendapat informasi. Aku harap kalian maklum.
“Yaa itu deh,
biasa..” jawabnya, terdengar sedikit malas manyebutkan. Aku tahu.
“Kayaknya,
besok aku gak bakalan dateng deh Ren”
“Lhoo? Kenapa? Gara-gara latgab?” jawabnya
dengan nada merengek
“Bukaan Ren,
besok aku ada jadwal kulliah, tepat pukul 2 siang, hehe.” jelasku. Terdengar
helaan napasnya di telepon.
“Yhaaa. Ya sudah, nanti aku beri tahu
teman-teman deh.” ucapnya dengan nada yang sepertinya kecewa. Aku kurang paham.
“Maaf yaa. Tapi, terima kasih sudah
memberi tahu.” sahutku dengan nada gembira, untuk memulihkan semangatnya.
“Terima kasih kembali, Valra. Aku tutup
yaa, malam.”
“Malam.”
Reni adalah teman dekatku sejak saat
ospek. Dia tinggi, putih, pokoknya
perempuan yang anggun apalagi ditambah pakaian tertutup dengan gaya
kerudung andalannya, cantik, dan selalu ceria. Dia sangat ekspresif di depanku,
pokoknya kalau dia bercerita, pasti seru. Kalian harus bertemu orang
sepertinya. Itu sekilas tentang Reni.
Sekarang, aku memejamkan mataku kembali, sejenak
beristirahat sebelum mulai mengerjakan tugas kampusku.
‘KRINGG’
Telponku
kembali bebunyi, namun saat ini menunjukkan permintaan panggilan video, layarnya
menunjukkan nama kontak yang saat ini ku rindukan. Ibu.
“Assalamualaikum
Ibu, Valra kangeeen.”
“Waalaikumsalam nak, kebiasaan deh kamu kalau
Ibu telpon pasti merengek seperti itu.” Katanya.
“Ibuuu
bagaimana aku tidak merengek, aku rindu berada di rumah” tadinya ingin ku
katakan seperti itu, tapi aku tidak mau membuat ibu jadi khawatir. Jadi aku
hanya menjawab,
“Hmm” ucapku
dengan menunjukkan ekspresi cemberut seolah dengan itu aku katakan inginku.
“Kamu sudah pulang? Maksud Ibu, tidak akan
kemana-mana lagi?”
“Sudah bu.
Iya.”
“Makan malam hari ini menunya apa?”
“Mie goreng
mungkin Bu, hari ini Valra cape banget, jadi gak sempat beli makanan.”
“Jangan kebanyakan makan mie, sayang. Bahan
masakan memangnya habis?”
“Masih ada kok
Bu.”
“Kalau kamu malas masak, pesan makanan dari
luar saja, tapi jangan junk food ya, ibu gak mau kamu sakit.”
“Nanti Valra
masak Bu, hehehe”
“Masak apa?”
“Masak mie, hehe”
jawabku jahil. Entah kenapa layar teleponku menjadi gelap dan bergoyang?
Seperti ada yang merebut, tapi ibu kan di rumah, mungkin kah kalau dirampok?
Ibu, jangan buat aku khawatir. Mungkin aku berlebihan, tapi rasa rindu yang
membuatku cemas. Sampai sekarang masih saja layarnya hitam.
“Heh kamu!” tiba-tiba wajah ayah muncul
dengan ekspresi yang dibuat semenyeramkan mungkin oleh nya, membuat kaget
karena seluruh wajahnya memenuhi layar telepon-ku
“Ayaahh!”
ucapku merengek
“Kaget yaa? Hahaha.” ucap Ayah dengan
gelak tawanya. Gelak tawa ayah dan ibu yang ku rindukan. Ooh jadi, sedari tadi
layar ini gelap dan hitam karena ayah mengambilnya.
“Nanti ayah pesankan makanan ya, kamu jangan
makan mie terus.” Sambungnya dan menegaskan kembali bahwa aku tidak boleh
makan mie.
“Gak apa-apa Ayah, gak usah hehe, nanti aku masak
sendiri.” lagian bagaimana mungkin Ayah memesankan makanan dari Bandung lalu
diantar kemari? Sebenarnya mungkin bisa sih,jadi ayah memesankan makanan di outlet daerah sini.
“Jangan mie yaaa.
Awas lhooo.” wajah Ayah berubah jahil, dan sekarang ada ibu di sampingnya
sedang memaksa agar wajahnya bisa terlihat di layar. Mereka lucu dan romantis,
jadi kumat lagi deh rindunya.
“Iya Ayah, Ibu.” Ucapku dengan senyuman.
“Sekarang, kamu
cepet makan ya”
“Ayah sudah dulu
ya, kasian Valra mukanya lelah begitu, dadah sayang, salam rindu dari ayah dan
ibu. Wassalamualaikum.” Ucap ibu sambil berdadah di kamera, begitupun ayah
di sampingnya.
“Waalaikumsalam.”
ucapku sambil tersenyum simpul, menahan tangis sebenarnya. Rasa rindu ini malah
semakin membludak ketika aku bertatap muka dengan Ayah dan Ibu. Jika kata Dilan
(Dilan adalah tokoh dalam novel berjudul
‘DILAN’ karya Pidi Baiq) rindu itu berat. Memang benar! Rindu itu berat dan
aku harus kuat. Ayah, ibu, aku ingin pulaaang.
Dengan segera aku membersihkan badanku, makan, kemudian
mengerjakan tugas agar aku bisa terlelap dengan nyenyak.
~~~
Alarm
jam ku berbunyi, menunjukan pukul dua dini hari, saatnya untuk sholat tahajud
dan membaca buku. Bergegas aku melaksankannya, lalu kemudian aku tertidur
kembali dan terbangun pada pukul empat
subuh. Sudah menjadi pola tidurku dan sejauh ini aku merasa baik-baik
saja. Hari ini ada jadwal kuliah pagi, jadi aku harus segera berangkat ke
kampus.
~~~
Jam
pertama ku lewati dengan mulus, dosen lagi-lagi memberi tugas kelompok, aku
satu kelompok dengan Sarah. Sedikit kurang beruntung, tapi untungnya saat itu
dosen sedang berbaik hati hehehe, waktu pengumpulan tidak terlalu mepet,
sekitar satu minggu sebelum atau sesudah UAS, makin cepat makin baik katanya.
Jadi mungkin setelahnya aku bisa pulang. Yaaay, senangnya membayangkan aku
berada kembali di rumah dan berlibur di sana.
Sedikit informasi, hari ini ada
beberapa mata kuliah, sekarang tinggal menunggu yang terakhir. Menunggu pukul
dua siang lama juga, jadi kuputuskan untuk pergi ke kantin sambil memeriksa
kembali tugas yang akan dikumpulkan dan juga ngemil tentunya.
“Hai Val.” Reno laki-laki ini langsung duduk di depanku.
Dia adalah teman dekatku setelah Reni, duo R. Reno baik, tampan hehehe, dia
juga beberapa kali menyelamatkanku dari kebingungan bagaimana harus pulang
alias dia suka menjemputku atau juga Reni mungkin? Dia juga putih, terawat,
tidak seperti kebanyakan anak lelaki. Satu lagi, dia wangi.
“Hai Reno.”
“Sibuk amat neng.” Katanya yang sekarang tangannya sedang
usil memainkan sedotan pada jus jambu milikku.
“Ngga juga.” jawabku yang kemudian menatapnya dengan
tatapan ‘ada apa?’
“Jangan menatapku seperti itu, nanti aku jatuh cinta” katanya
sambil balik menatapku. Tatapannya teduh. Aku suka.
“Yeeee, apaan sih ala-ala novelis banget” ucapku sambil
mengusap wajahnya dengan kasar, dia memberenggut. Terlihat lucu. Eh aku ini
kenapa.
“Kamu lagi ngapain sih? Aku lihat akhir-akhir ini main
laptop terus, waktu istirahat, waktu kumpulan, sibuuuk banget gitu
keliatannya.” Protesnya yang memang sering aku abaikan ketika sedang
mengerjakan tugas.
Segera ku tutup laptop, setelah sebelumnya aku pilih mode
‘sleep’. Lalu, ku tatap wajahnya dan bersiap menjelaskan.
“Gini ya Reeen.... ak..”
“Apaaa” potongnya
“Santai dong mas-nya hehe, dengerin dulu. Aku tuh dari
kemarin emang lagi nyicil ngerjain tugas, biar cepet selesai. Karena aku punya
target, setelah UAS aku harus bisa pulang. Jadi, semua tugas kelompok, aku
selesaikan bagianku.”
“oooooh.”
Aku membuka laptop lagi, tapi dia menahan tanganku.
“Ngobrol bentar aja tanpa sambil ngerjain tugas bisa?
Lagian kita jarang ketemu.”
“Oke.” Aku langsung mengambil posisi siap mendengarkan
ceritanya.
“Kamu tahu ngga? Aku tuh kangen sama kamu sama Reni, kita
udah jarang banget ngumpul semenjak aku pacaran sama Anggi, dia tuh ....”
Dia terus bercerita mengenai kehidupannya setelah dia
berpacaran dengan Anggi yang sangat posesif sekali padanya, aku gunakan dua
kata yaitu ‘sangat’ dan ‘sekali’ agar kalian terbayang dan tahu betapa
posesifnya Anggi. Reno bilang, dia bilang rindu kebersamaan kami, sayangnya
Reni tidak ada di sini, kalau ada pasti langsung senang dan mengajak jalan-jalan
saat itu juga.
“Reno... kamu kalau ngomong sama yang lain aku-kamu
juga?” tanyaku penasaran sambil mengalihkan topik pembicaraan, karena aku tidak
suka ketika dia bercerita dengan murung betapa menyedihkannya punya pacar.
Selain itu, aku penasaran karena dari dulu ketika dia bicara pasti selalu
menggunakan kosakata aku-kamu.
“Hmm, ngga sih. Paling kosakata ini aku pake ke
orang-orang yang deket aja, kaya kamu, Reni, dan ke orang tua. Kalau ke yang
lain yaa menyesuaikan kalo mereka pake gue-elo ya aku ikutin, tapi kalau ke
orang formal sih saya.” Jelasnya
Aku manggut-manggut mengerti.
“Val, menurut kamu kalau misalnya aku putusin Anggi
gimana?” tanyanya. Sontak aku membelalakan mata ku, kaget. Dahi ku mengernyit
bingung, sepertinya dia paham
“nggaa, lupain aja.”
Aku langsung mengangkat alis, dan kembali membuka laptop.
“Vallll...” mendengarnya, aku langsung memutar bola
mataku.
“Pukul dua siang sebentar lagi, ayo”Iingatnya, aku
langsung melihat jam tanganku, yaap betul. Mata kuliah kali ini aku memang
sekelas dengannya, entah kenapa bisa begitu. Yang penting sekelas hehe.
“Yuk!”
Sepanjang jalan kami mengobrol dan dia curi-curi mau
menggandeng tanganku, namun aku selalu pura-pura menunjuk atau apapun itu agar
dia tidak menggandengku.
“HEHH VALRA!! CEWEK GENIT!” huft. Pasti Anggi. Dia
menarik punggungku. Aku menatapnya dengan santai, dan menyadari bahwa ini
adalah awal aku dan Reno akan semakin jauh. Tapi, semoga tidak.
“LO ITU NGAPAIN SIH JALAN SAMA RENO TERUS?!” ucapnya
dengan wajah yang memerah dan mata yang melotot. Seram. Aku langsung memberi
kode kepada Reno. Dia langsung menarik Anggi dan menjelaskan. Entah apa yang
dibicarakan, tapi yang jelas sebentar lagi dosen akan masuk! Karena dia sedang
melangkah menuju kesini!!! Panikkk, bagaimana caranya menarik Reno agar
terlepas dari Anggi yang jahat iniii. Ah iyaa.
“Kak Anggiii yang cantik yang baik, udah dulu yaa, dosen
udah on the way, Reno nya aku pinjem
dulu yaa. Dadaaahh” aku langsung menarik baju Reno dan mengajaknya berlari,
karena kalau tidak begini Anggi pasti menahannya dulu dan mengungkapkan sejuta
kata sayang-sayangan, dan larangan lainnya yang akan membuat Reno terlambat.
Aku bisa saja meninggalkan Reno, tapi kasihan kan. Saat aku berbalik badan,
Anggi sedang berkacak pinggang menatapku sinis.
‘BRAKK’ aku tak sengaja menggebrak pintu kelas, semua
yang sudah berada di kelas sontak kaget dan mengumpatku
“Fyuuhh... maaf maaf.” Kataku
Dosen pun masuk, dan memberi materi juga tugas seperti
biasa. Hft, hidupku penuh tugas, lalalala senangnya.
Bicara
tentang Anggi, ya seperti yang kalian tahu bahwa Anggi adalah pacar Reno. Dia
cantik, mungil, rambutnya hitam dan bagus. Kelihatannya dia sangat sayang pada Reno,
dan tak ingin kehilangannya. Pernah waktu itu Reno menjemputku dari
perpustakaan daerah karena sudah larut malam dan saat itu hujan, kalian tahu
apa yang Anggi lakukan selama Reno bersamaku? Pasti tidak, sekarang ku beri
tahu. Dia terus mengawasi kami lewat panggilan video, sedikit saja bicara, dia
akan bilang ‘Hehh!! Jangan ngobrol-ngobrol!” sudah seperti diawas saat ujian.
Kalian juga harus tahu, bahwa Anggi adalah kakak dari Sarah.
~~~
See u soon on next part
Cerpen . Cerita pendek . cerita pendek persahabatan . cerita pendek yang panjang . cerita pendek pertemanan . dilan . cerpen rindu . pulang